KPK vs Ombudsman RI: Perseteruan KPK dan Ombudsman RI Terkait 75 Pegawai KPK
Pendahuluan
Perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI kembali memanas. Kali ini, terkait dengan nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). KPK bersikeras untuk tidak mengangkat mereka sebagai aparatur sipil negara (ASN), sementara Ombudsman RI merekomendasikan agar mereka diangkat. Kedua lembaga ini pun saling beradu argumen, dan perseteruan ini pun menjadi konsumsi publik.
Kronologi Perseteruan KPK dan Ombudsman RI
Perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI bermula pada tahun 2021. Saat itu, KPK mengadakan TWK sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN. Namun, dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK, hanya 1.274 orang yang dinyatakan lulus. Sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak lulus, termasuk beberapa penyidik senior KPK.
Para pegawai KPK yang tidak lulus TWK menilai bahwa TWK tersebut cacat hukum. Mereka pun mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Pada bulan Oktober 2021, PTUN Jakarta memutuskan bahwa TWK tersebut tidak sah. KPK pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Namun, pada bulan Februari 2022, PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN Jakarta.
Sementara itu, Ombudsman RI juga melakukan penyelidikan terkait dengan TWK KPK. Pada bulan Maret 2022, Ombudsman RI mengeluarkan rekomendasi agar KPK mengangkat 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK sebagai ASN. KPK pun menolak rekomendasi Ombudsman RI tersebut. KPK berpendapat bahwa TWK tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum, dan mereka tidak bisa mengangkat pegawai yang tidak lulus TWK sebagai ASN.
Argumen KPK dan Ombudsman RI
KPK berpendapat bahwa TWK tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum. Mereka berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa TWK merupakan salah satu syarat pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN.
KPK juga berpendapat bahwa 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK tidak memenuhi syarat untuk menjadi ASN. Mereka menilai bahwa 75 pegawai tersebut memiliki masalah integritas dan tidak setia kepada negara. Hal ini dibuktikan dengan tidak lulusnya mereka pada TWK.
Ombudsman RI, di sisi lain, menilai bahwa TWK KPK tersebut tidak sah. Ombudsman RI berpendapat bahwa TWK tersebut tidak objektif dan tidak transparan. Ombudsman RI juga menilai bahwa KPK tidak memberikan kesempatan kepada 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK untuk memperbaiki diri.
Ombudsman RI juga berpendapat bahwa 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK tersebut masih memenuhi syarat untuk menjadi ASN. Ombudsman RI menilai bahwa mereka memiliki integritas dan setia kepada negara. Hal ini dibuktikan dengan rekam jejak mereka selama bekerja di KPK.
Dampak Perseteruan KPK dan Ombudsman RI
Perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI ini berdampak pada sejumlah hal. Pertama, perseteruan ini menyebabkan ketidakpastian hukum terkait dengan nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Kedua, perseteruan ini juga menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK. Ketiga, perseteruan ini juga berdampak pada kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Upaya Penyelesaian Perseteruan KPK dan Ombudsman RI
Untuk menyelesaikan perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI, telah dilakukan sejumlah upaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mediasi. Pada bulan April 2022, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD turun tangan untuk memediasi kedua lembaga tersebut. Namun, mediasi tersebut tidak membuahkan hasil.
Upaya lain yang dilakukan untuk menyelesaikan perseteruan KPK dan Ombudsman RI adalah melalui jalur hukum. Pada bulan Mei 2022, 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK untuk membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Kesimpulan
Perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI terkait dengan nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK masih belum berakhir. Kedua lembaga tersebut masih saling beradu argumen, dan belum ada titik temu yang terlihat. Perseteruan ini berdampak pada sejumlah hal, seperti ketidakpastian hukum, menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK, dan menurunnya kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Upaya penyelesaian perseteruan KPK dan Ombudsman RI telah dilakukan, namun belum membuahkan hasil. Mediasi yang dilakukan oleh Menkopolhukam Mahfud MD tidak berhasil mempertemukan kedua lembaga tersebut. Gugatan yang diajukan oleh 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK ke MK juga belum membuahkan hasil.
FAQ
-
Apa yang menjadi penyebab perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI?
Perseteruan antara KPK dan Ombudsman RI disebabkan oleh perbedaan pendapat terkait dengan nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. KPK bersikeras untuk tidak mengangkat mereka sebagai ASN, sementara Ombudsman RI merekomendasikan agar mereka diangkat. -
Apa dampak dari perseteruan KPK dan Ombudsman RI?
Perseteruan KPK dan Ombudsman RI berdampak pada sejumlah hal, seperti ketidakpastian hukum, menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK, dan menurunnya kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. -
Apa upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan perseteruan KPK dan Ombudsman RI?
Upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan perseteruan KPK dan Ombudsman RI adalah mediasi dan jalur hukum. Mediasi yang dilakukan oleh Menkopolhukam Mahfud MD tidak berhasil mempertemukan kedua lembaga tersebut. Gugatan yang diajukan oleh 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK ke MK juga belum membuahkan hasil. -
Bagaimana cara menyelesaikan perseteruan KPK dan Ombudsman RI?
Perseteruan KPK dan Ombudsman RI dapat diselesaikan dengan cara:- Melakukan mediasi yang lebih intensif
- Mencari titik temu antara kedua lembaga
- Mengedepankan kepentingan negara daripada kepentingan lembaga
-
Apa yang akan terjadi jika perseteruan KPK dan Ombudsman RI tidak kunjung selesai?
Jika perseteruan KPK dan Ombudsman RI tidak kunjung selesai, maka akan berdampak negatif pada pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK tidak akan dapat bekerja secara optimal, dan kepercayaan publik terhadap KPK akan semakin menurun.